PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Pendidikan multicultural adalah pendidikan yang menghargai
perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok cultural yang bertujuan untuk :
-
Pemerataan
kesempatan bagi semua murid
-
Mempersempit
gap prestasi akademi antara murid kelompok utama dan minoritas.
Paradigma Pendidikan Multikultural
Indonesia adalah bangsa yang
masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat
dilihat dari dua perspektif, yaitu horizontal dan vertikal. Dalam perspektif
horizontal, kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan agama,
etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan dan budayanya. Sementara,
dalam perspektif vertikal, kemajemukaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari
perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan dan tingkat sosial
budaya.
Kemajemukan adalah ciri khas bangsa
Indonesia. Seperti diketahui Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah
pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan
jumlah pulau sebanyak itu maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di
Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Pada satu
sisi, kemajemukan masyarakat memberikan side effect (dampak) secara positif.
Namun, pada sisi lain, ia juga menimbulkan dampak negatif, karena faktor
kemajemukan itulah terkadang sering menimbulkan konflik antarkelompok
masyarakat. Pada akhirnya, konflik-konflik antar kelompok masyarakat tersebut
akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan
sosial.
Oleh karena
itu, diperlukan suatu paradigma baru yang lebih toleran, yaitu paradigma
pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma multikulturalisme tersebut
penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan
toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik dalam hal
budaya, suku, ras, etnis maupun agama.
Pendidikan
multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri:
a)
Tujuannya membentuk manusia budaya
dan menciptakan masyarakat berbudaya.
b)
Materinya mengajarkan nilai-nilai
luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai- nilai kelompok etnis (kultural).
c)
Metodenya demokratis yang menghargai
aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
d)
Evaluasinya ditentukan pada
penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi,
dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Menurut M. Khoirul Muqtafa (2004),
paradigma multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif
dalam rangka mengelola masyarakat multikultur seperti di Indonesia tampaknya
menjadi wacana belaka. Gagasan ini belum mampu dilaksanakan, baik oleh
masyarakat maupun pemerintah dalam tindakan praksis.
Dalam
melaksanakan pendidikan multikultural ini mesti dikembangkan prinsip
solidaritas. Yakni, kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam perlawanan demi
pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya sendiri. Solidaritas
menuntut agar masyarakat melupakan upaya-upaya penguatan identitas, melainkan
menuntut agar berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku demikian,
kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi diri tanpa
merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.
Metode dalam pendidikan multikultural meliputi:
1.
Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini
pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain.
2.
Metode Pengayaan
Penerapan metode ini, misalnya
adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian
mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah
pemahamannya.
3.
Metode Transformatif
Metode ini memungkinkan
pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan
agama secara kritis. Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan
memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa
perspektif etnik dan agama tertentu.
4.
Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini memerlukan pembelajar
tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi juga
berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial.
Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan
kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka.
Pendekatan-pendekatan yang
mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai berikut:
1) Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa
materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang.
Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang
komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau
mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis
dan dinamis.
2) Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan
terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini
materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi
karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak bersifat
indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir
kekinian. Pendekatan ini bisa
digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
3) Pendekatan
Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang
berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang
otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui
mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam.
4) Pendekatan
Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan
secara individu dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat
sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang
dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai
melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana
saja yang cocok untuk pembelajar.
5) Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku
sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi
kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas
kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka
memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di
masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang
bernilai seni dan estetis.
6) Pendekatan
Berprespektif Gender
Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar
untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah
hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan
ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa
perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran
multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup
kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi
di atas, sangat mungkin untuk diterapkan.
- Pendidikan
multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan
pluralisme kultural.
- Pendidikan
multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan
struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap
warga negara aktif mengusahakan persamaan struktur sosial.
Meskipun pendidikan multikultural itu penting dan Indonesia
adalah negara yang multikultural, tetapi pola pendidikan di Indonesia belum
memakai pendidikan multikultural. Pola pendidikan di Indonesia selama ini
memilih cara penyeragaman dengan standar kultural indonesia yaitu kultur yang
dibawa oleh birokrasi yang dikendalikan elit pemerintah yang harus dilaksanakan
dan dipatuhinya. Kebijakan pendidikan harus selalu dilegimitasi oleh
perundang-undangan yang sudah memiliki kekuatan legal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar